Aku suka travelling biar aku merasakan
kerinduan pada suasana dirumah.
(Based 0n True Story)
Satu
jam beranjak ke arah timur dari kota
Pontianak dengan tunggangan kuda besi bersama seorang sahabat, akhirnya kamipun
tiba di 00 garis khatulistiwa, dan berpose di tugunya dengan gaya
seadanya mengingatkan sehebat apapun kami berpose tak akan ditunjang fasilitas
kamera satu-satunya yang masih bernyawa baterainya, handphone seluler jadul
milikku. Setelah itu kami segera memilih untuk mengasokan diri pos jaga
disekitar lokasi tugu. Dua botol air mineral, rokok dan beberapa camilan
sahabatku keluarkan dari tasnya. Dan mulailah bercerita dengan pengantar yang
tak kenal konteks, tak kenal latar belakang apalagi tujuan.
Bukankah hidup bebas lepas itu
indah..??
Sampai satu celetukkan dariku membuat suasana
jadi sedikit berbeda. Berapa lama kau
tidak bertemu orang tuamu kawan..?? sebagai
seorang sahabat aku tahu kalau dia mengalami kerenggangan hubungan dengan kedua
orang tuanya, sejak kedua orang tuanya sepakat untuk bercerai. Kawan aku senang menghabiskan waktu
tersenyum bersamamu, tapi aku akan bahagia jika senyumanmu bukan dari bayangan “aku
kembali berujar”. Haha.. malah dia
tertawa, dan menatap kembali Tugu kathulistiwa yang berjarak 50’an meter dari pos tempat kami bercerita, kau tahu sobat ‘apa yang membuat penemuan
dari Josh Papernash begitu sukses dan mampu mematahkan teori Adam Smith dan
sekarang menjadi sangat berpengaruh bagi pasar eropa dan dunia. Haha..(getir)
aku gantian tertawa, aku pernah baca
bukunya kawan “Beautiful Mind” tapi versi bahasa
ing****, Sudah ..!!! potongnya
tegas... aku gak tanya kamu pernah baca
atau tidak tapi kenapa Papernash begitu sukses. Baiklah jelaskan ‘kataku’.
Kau tahu alasan dibalik peraih nobel
ekonomi modern sekaligus menyandang gelar bapak ekonomi tersebut dibalik
penemuannya. Dalam bukunya dia menulis dibalik semua yang ia kerjakan itu
adalah caranya mengungkapkan rasa sayang kepada orang yang ia sayanginya, yakni
istrinya tercinta “Allice bahkan dalam pidatonya saat meraih nobel ia
mengatakan “aku berdiri disini karena Allice”.
Suasana
jadi hening sejenak dan tatapannya beralih padaku. Kawan... kedua orang tuaku tak menemukan lagi alasan untuk
mengungkapkan rasa sayang mereka satu sama lain. Bukan perbedaan yang memisahkan mereka, karena sejak awal mereka
dipertemukan dan menikah karena banyak kesamaan. Mereka hanya tidak menemukan
lagi alasan untuk mengungkapkan rasa sayang satu sama lain, dan untuk
pertanyaanmu tadi aku juga belum dan masih mencari alasan untuk rindu pada
mereka, ya... pada orang tuaku, pada rumah.
************
Haruskah
segala dilakukan sesuatu dengan alasan ..??
Bukan
cinta dan kasih sayang yang menciptakan alasan
Atau
Sebaliknya ..??
Suasana
hening sesaat... akupun tak mau berkomentar apa-apa... suasana hati sahabatku
masih bergejolak sesuai rona wajahnya yang terbaca sedang menyimpan keresahan
meski ia tetap tersenyum. Meski dalam diam aku berusaha memahami apa yang
paling ia butuhkan yang akhirnya sekelumit pemahamanku aku tuangkan dalam novel
yang terukir bagi sahabat (senyuman dalam bayangan).
Ehh.. kawan..!!
Keheningan
terpecahkan saat sahabatku tertawa dan balik bertanya... kamu sendiri bagaimana bukankah hampir setahun kamu tidak pernah pulang
kampung. Haha... aku tertawa lepas sambil mengisap rokok dan
segera mengepulkan asapnya ke langit-langit pos jaga. Kamu salah kawan bukannya
hampir lagi tapi setahun lebih sudah, karena sejak awal 2009 hingga sekarang
2010 akhir aku belum sempat sama sekali untuk pulang kampung bertemu untuk
orang tuaku dan keluarga. Laboratorium, Mini Research bersama teman-teman
sylvikultur, Organisasi, LSM, dan traveling seperti ini tak memberi kesempatan
bagiku untuk melihat mereka disana. Lagian inilah saatnya anak manja menjadi
mandiri kawan... mendengar itu dia langsung berujar tidak usah diceritakan kawan !!!
sambil tersenyum geli aku sudah tahu “katanya”. Innocent. Sebagai sahabat dia
juga tahu bagaimana sebenarnya masa laluku.
Perbedaan yang membuat aku begitu merindukan
mereka...
************
Dengar kawan..!! kataku sedikit tegas,
bagiku ini yang terpenting untuk kamu tahu. “aku sangat merindukan mereka, dan
mungkin ini terdengar berlebihan akupun sering menangis membayangkan ibu dan
ayahku disana. Aku suka traveling karena dengan begitu aku semakin merasakan
suasana rindu kepada rumahku.
Perbedaan
justru menjadikan alasan aku sangat merindukan mereka, perbedaan kami menjadi
warna bagi keluarga kami.
Tak
satupun dari kami punya daya ingat seperti adikku, dia bisa mengingat persis
apa yang pernah kita ajarkan padanya.
Di
rumah, kakakku masih seorang yang paling berlogika dan tak satupun kami bisa
menandinginya.
Manusia
paling optimis yang pernah aku kenal sejauh ini itu adalah ayahku sendiri meski
kemampuannya jauh dari rasa yakinnya tapi beliau bukan orang peduli soal itu.
Dalam impiannya membangun rumah walet ayah begitu yakin bahwa ia mampu
membangunnya sendiri. Meski sampai aku menulis tulisan ini belum satu
pondasipun terpasang tapi sikap optimisnya sedikitpun tidak berkurang, pernah
suatu ketika kawan lamanya mengobservasi lahan kami dan begitu tergiur untuk
bekerja sama dengannya membangun sarang walet dan siap menyuplai dana. Ayah
menolak dengan santai “tidak pak saya
akan membangunnya sendiri.
Yang
terakhir sang ibu, jika jauh darinya maka anak-anaknya akan siap-siap
ditelponnya minimal satu kali sehari, mungkin hanya untuk menanyakan kabar
keberadaan dan mengingatkan soal makan. Dan goresan luka kecil bisa membuatnya
masakannya hangus terbakar karena ditinggalkannya untuk segera merawat luka
anak-anaknya. Dan satu lagi berlebihan jika didengar tapi inilah kenyataannya,
batuk pilek ringan anak-anaknya bisa membuat tidak bisa tenang seharian, untuk
mencari ramuan, obat-obatan dan apapun itu. Ibuku, bagiku manusia paling peduli
yang pernah aku kenal, jauh darinya membuatku jadi pria paling cengeng, apalagi
saat sedang sakit. Aku selalu berurai air mata merindukan perawatan-perawatan
ekstranya, dan pertanyaannya. Mau makan apa nak ..??
************
Butuh
satu buku dengan ratusan bahkan ribuan halaman untuk mengisahkan warna perbedaan dalam keluargaku yang telah
terbias menjadi refleksi pelangi. Begitu indah.
Sekali lagi kawan kataku pada sahabatku “aku begitu merindukan mereka semua apalagi
ayah dan ibu”. Alasan satu tahun lebih ini tercapai karena kerinduanku pada
mereka. Jadi bagiku kawan “kerinduan dan
rasa sayang yang menciptakan alasan bukan sebaliknya”.